TANGISAN Supianto pecah manakala petugas Kejaksaan Agung memakaikan rompi berwarna orange khas tahanan ke tubuhnya dan borgol ke kedua tangannya.
Dalam video yang beredar, tampak ia menangis sejadinya. Sesekali ia mengelap kedua matanya dengan tisu. Ia pun lantas memalingkan wajahnya menghadap tembok salah satu ruangan Kantor Kejagung. Petugas pun tampak berbicara sepertinya sedang menenangkan.
Kemudian dua orang petugas memapahnya keluar ruangan menuju mobil tahanan yang sudah menanti di halaman depan gedung.
Sepanjang jalan menuju mobil tahanan, ia tampak tak henti menangis sembari menangkupkan kedua tangannya di depan muka atau sesekali juga ia tampak menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang terborgol itu seperti tampak menghindari sorot kamera awak media. Ia tampak begitu terpukul atas kasus yang menimpanya kini.
“Saya tidak salah! Saya hanya menjalankan tugas!” kata Supianto dengan suara bergetar sembari berjalan menuju mobil tahanan.
Siapapun yang menonton video dan sejumlah foto Supianto itu, pastilah perasaanya ikut teraduk-aduk. Betapa Supianto tidak pernah menduga bakal begini jadinya. Jabatan Plt yang diembannya dan terbilang singkat yaitu sekitar enam bulan itu akhirnya menjadi malapetaka bagi dirinya bahkan keluarganya dikemudian hari.
Supianto dilantik sebagai Sekretaris ESDM Babel, pada Senin, 16 Desember 2019. Sebelumnya, sejak 1 Agustus 2019 hingga dilantik sebagai Sekdis ESDM, dirinya adalah Sekdis Pertanian Babel.
Supianto adalah tersangka keempat dari eks pejabat Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dalam kasus tata niaga timah yang diduga merugikan negara dengan taksiran capai Rp300 triliun.
Ia ditetapkan sebagai tersangka lantaran ketika menjabat sebagai Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung dari Januari hingga Juli 2020, dituduh terlibat dalam persekongkolan dengan berbagai pihak untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diduga tidak sesuai prosedur, serta gagal melakukan pengawasan yang diperlukan.
Supianto dan tiga eks Kadis ESDM Babel yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini Suranto, Rusbani dan Amir Syahbana, tidak terlepas kaitannya dari SK 188.44/133/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019.
Surat keputusan tersebut merupakan surat “sakti” pendelegasian yang diberikan oleh Gubernur Babel periode 2017-2022 kepada Kepala Dinas ESDM untuk memberikan persetujuan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB).
Akibat surat “sakti” itu “korban” sudah berjatuhan. Kini sudah empat, bukan tidak mungkin akan bertambah tersangka lain dari klaster lingkup Pemprov Babel.
Pertanyaannya, kemana Gubernur Babel periode 2017-2022 sang pemberi surat “sakti” itu? Tidak kah kita merasa iba atas nasib empat anak buah eks Gubernur Babel itu?
Tidakkah Anda merasa ada yang salah sehingga sebagai sosok pemimpin harus ikut bertanggung jawab atas apa yang terjadi?
Bagaimana nasib keluarga keempat eks Kadis ESDM Babel itu? Haruskah mereka menanggung beban seberat ini? Bicaralah wahai Gubernur Babel periode 2017-2022. Bicaralah! Tenangkan keluarga mereka. Bicaralah ke Rakyat Bangka Belitung, ungkapkan yang sebenarnya apa yang terjadi. Ungkapkan mengapa Gubernur Babel periode 2017-2022 memberikan surat “sakti” itu!
Dalam sejumlah persidangan Gubernur Babel periode 2017-2022 disebut-sebut, juga surat sakti itu. Penerbitan SK 188.44/133/ESDM/2019 tanggal 31 Januari 2019 mungkin saja bisa dianggap sebagai actus reus. Sedangkan mens rea mungkin saja masih tersimpan dengan rapi di balik hati yang terdalam Gubernur Babel periode 2017-2022.
Mari menjadi seorang kesatria yang berani menanggung segala risiko dan menanggung segala beban anak buah di saat mereka susah menghadapi lorong gelap yang terasa sangat panjang itu. Wahai Gubernur periode 2017-2022 bertanggung jawablah atas surat “sakti” itu.
Kedzoliman pada manusia adalah dosa besar. Jangan sampai kita menari ke sana ke mari, sembari merajut angan-angan tentang keindahan kekuasaan, sementara ada yang hidupnya sedang berada di titik nadir.
Tak ada gunanya manusia bersembunyi di balik topeng kemunafikan. Sebab, tak ada yang luput dari Tuhan. Di dunia bisa saja kita bersembunyi dari kelemahan manusia. Tapi di akhirat, setiap kedzoliman akan dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Adil. (*)
EDITORIAL
Penulis: Satyagraha