, ,

Puluhan Nelayan Ngadu ke DPRD Bangka Barat Tolak Aktifitas Tambang Laut

oleh -

RaBel, MUNTOK — Puluhan nelayan gabungan dari beberapa desa sekitar wilayah Desa Bakit Kecamatan Parittiga Kabupaten Bangka Barat mengadu ke DPRD Bangka Barat, Kamis, (28/1/2021). Para nelayan ini menolak segala aktifitas bentuk tambang laut di wilayah perairan Teluk Kelabat Dalam Dusun Tanjung Ru Desa Bakit termasuk diantaranya tambang inkonvensional (TI) apung yang sekarang jumlahnya semakin banyak serta ilegal.

Baca Juga:

Dr. Mgs Hakim Minta Masyarakat Kota Pangkalpinang Waspada, Musim Penghujan, Kasus DBD Meningkat

Alasan penolakan para nelayan ini selain wilayah perairan Kelabat Dalam merupakan zero tambang, aktifitas kegiatan TI apung jelas merusak mulai terumbu karang hingga pencemaran. Selain itu TI apung sekitar wilayah perairan Kelabat Dalam saat ini memang kegiatan yang ilegal sehingga ada dasar untuk penertiban.

Mantan Kades Bakit Sopian alias Bambang, yang juga koordinator lapangan (Korlap) mengatakan kedatangan mereka ke gedung DPRD Bangka Barat sekaligus Rapat Dengar Pendapat (RDP) lantaran kepercayaan mereka kepada wakil mereka yang ada di DPRD.

Baca Juga:

5 Rekomendasi Tas Cantik yang Membuatmu Tampil Sempurna Saat Kondangan

Sedikitnya 30 perwakilan nelayan diantaranya berasal dari Pusuk, Bakit, Semulut ini diterima oleh anggota Wakil Ketua Komisi 3 DPRD Bangka Barat yakni Samsir serta Sekretaris Komisi 3 DPRD Adi Sucipto. Mereka perwakilan nelayan inj diberi kesempatan menyampaikan aspirasinya.

Bambang, dalam kesempatannya menyampaikan, kecewaan para nelayan ketika mereka menolak penambangan tiba-tiba dari pihak Desa Bakit justru membuat keputusan setuju soal masuknya TI apung ke wilayah Kelabat Dalam disertai kesepakatan ada iuran masuk ke desa terkait kegiatan penambangan ilegal tersebut. Padahal kesepakatan ini dikatakan sepihak.

“Sudah satu bulan belakangan 300 unit (TI apung) datang dari luar. Tidak ada yang dari Bakit. Tempat tangkapan mereka terumbu karang dan daerah tangkapan nelayan yang dikoordinir, Rp 2 juta per TI apung serta Rp 500 ribu per minggu,” ungkap Bambang di depan anggota dewan.

Karena itu kata Bambang, masyarakat meminta wilayah perairan tersebut dibersihkan dari kegiatan tambang apalagi dalam Perda Nomor 3 Tahun 2020 (Perda RZWP3K) sudah diatur soal zonasi.

Di dalam pasal 15 perda tersebut kata Bambang, disebutkan ada 6 wilayah zonasi dan di pasal 24 tidak disebutkan perairan Kelabat Dalam untuk pertambangan tapi untuk perikanan tangkap dan budidaya.

Ditambahkan Bambang, hal yang agak mengecewakan nelayan, sejumlah aparat kemarin datang ke Bakit bukan untuk melakukan penertiban terhadap ratusan TI apung ilegal di depan mata, tapi malah membuat batas perairan.

Padahal kata Bambang sepengetahuannya, aturan terhadap penetapan batas itu dimiliki oleh pusat, provinsi dan kabupaten.

“Apakah tim ini (aparat) punya orang yang berkompeten untuk itu,” sindir Bambang.

Hal senada disampaikan perwakilan nelayan Bakit bernama Hendri. Diperkuat oleh Hendri pada intinya nelayan Desa Bakit dan sekitarnya tidak menginginkan ada TI apung di perairan Desa Bakit.

“Kalau aparat desa sudah payah kita (untuk percaya,red),” sergah Hendri.

Menanggapi aspirasi perwakilan nelayan ini, Wakil Ketua Komisi 3 DPRD Bangka Barat, Samsir, berjanji akan menindaklanjuti permasalahan ini ke Rapat Badan Musyawarah DPRD yang dijadwalkan berlangsung tanggal 1 Februari besok.

“Sudah ada aturannya kalau untuk Teluk Kelabat. Kita punya RZWP3K, sudah punya peraturan daerahnya. Hanya itu yang bisa menyelesaikan aturan melalui penegak aturan,” kata Samsir.

Sekretaris Komisi 3 DPRD Bangka Barat Adi Sucipto, dalam tanggapannya mengatakan akan membantu persoalan yang dihadapi para nelayan ini seraya berharap setiap perda yang dilaksanakan tidak menimbulkan benturan. (Doni)

Tentang Penulis: adminHP

Gambar Gravatar
Cerdas, Cepat, Jelas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *